Analisis Infaq dalam Hukum Islam
Kata Infaq berasal dari kata anfaqo-yunfiqu, artinya membelanjakan atau membiayai, arti infaq menjadi khusus ketika dikaitkan dengan upaya realisasi perintah-perintah Allah. Dengan demikian Infaq hanya berkaitan dengaat atau hanya dalam bentuk materi saja, adapun hukumnya ada yang wajib (termasuk zakat, nadzar), ada infaq sunnah, mubah bahkan ada yang haram. Dalam hal ini infaq hanya berkaitan dengan materi.
Menurut kamus bahasa Indonesia Infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.
Infaq ada yang wajib dan ada pula yang sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dan lain-lain. Infaq sunnah diantara nya, infaq kepada fakir miskin sesama muslim, infaq bencana alam, infaq kemanusiaan, dan lain lain.
Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang senantiasa berdo’a setiap pagi dan sore: “Ya Allah SWT berilah orang yang berinfaq, gantinya. Danberkata yang lain: “Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infaq, kehancuran”.
Oleh karena itu Infaq berbeda dengan zakat, infaq tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus diberikan kepada mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dengan demikian pengertian infaq adalah pengeluaran suka rela yang di lakukan seseorang. Syariah telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau membelanjakan harta.
Infaq tidak mengenal nishab seperti zakat. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit. Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infaq boleh diberikan kepada siapapun juga, misalkan untuk kedua orang tua, anak yatim, anak asuh dan sebagainya. Berdasarkan hukumnya infaq dikategorikan menjadi 2 bagian yaitu Infaq wajib dan sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dan lainlain. Sedang Infaq sunnah diantaranya, seperti infaq kepada fakir miskin, sesama muslim, infaq bencana alam, infaq kemanusiaan, dan lain-lain.
Rukun dan Syarat Infaq Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa dalam satu perbuatan hukum terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi agar perbuatan tersebut bisa dikatakan sah. Begitu pula dengan infaq unsur-unsur tersebut harus dipenuhi. Unsur-unsur tersebut yaitu disebut rukun, yang mana infaq dapat dikatakan sah apabila terpenuhi rukun-rukunnya, dan masing-masing rukun tersebut memerlukan syarat yang harus terpenuhi juga.
1. Penginfaq Maksudnya yaitu orang yang berinfaq, penginfaq tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Penginfaq memiliki apa yang diinfaqkan.
2) Penginfaq bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
3) Penginfaq itu oarang dewasa, bukan anak yang kurang kemampuannya.
4) Penginfaq itu tidak dipaksa, sebab infaq itu akad yang mensyaratkan keridhaan dalam keabsahannya.
2. Orang yang diberi infaq Maksudnya orang yang diberi infaq oleh penginfaq, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Benar-benar ada waktu diberi infaq. Bila benar-benar tidak ada, atau diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin maka infaq tidak ada.
2) Dewasa atau baligh maksudnya apabila orang yang diberi infaq itu ada di waktu pemberian infaq, akan tetapi ia masih kecil atau gila, maka infaq itu diambil oleh walinya, pemeliharaannya, atau orang yang mendidiknya, sekalipun dia orang asing.
3) Sesuatu yang diinfaqkan, maksudnya orang yang diberi infaq oleh penginfaq, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Benar-benar ada.
b. Harta yang bernilai.
c. Dapat dimiliki zatnya, yakni bahwa yang diinfaqkan adalah apa yang biasanya dimiliki, diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat berpindah tangan. Maka tidak sah menginfaqkan air di sungai, ikan di laut, burung di udara.
d. Tidak berhubungan dengan tempat milik penginfaq, seperti menginfaqkan tanaman, pohon atau bangunan tanpa tanahnya. Akan tetapi yang diinfaqkan itu wajib dipisahkan dan diserahkan kepada yang diberi infaq sehingga menjadi milik baginya.
4) Ijab dan Qabul
Infaq itu sah melalui ijab dan qabul, bagaimana pun bentuk ijab qabul yang ditunjukkan oleh pemberian harta tanpa imbalan. Misalnya penginfaq berkata: Aku infaqkan kepadamu; aku berikan kepadamu; atau yang serupa itu; sedang yang lain berkata: Ya aku terima. Imam Malik dan Asy-Syafi’i berpendapat dipegangnya qabul di dalam infaq. Orang-orang Hanafi berpendapat bahwa ijab saja sudah cukup, dan itulah yang paling shahih. Sedangkan orang-orang Hambali berpendapat: Infaq itu sah dengan pemberian yang menunjukkan kepadanya; karena Nabi SAW. Diberi dan memberikan hadiah. Begitu pula dilakukan para sahabat. Serta tidak dinukil dari mereka bahwa mereka mensyaratkan ijab qabul, dan yang serupa itu.
Praktik Sumbangan Pembangunan Gedung Sekolah dengan Istilah Infaq
Berdasarkan informasi lapangan dan pengakuan dari beberapa wali murid, praktik pengumpulan dana pembangunan gedung sekolah dilakukan dengan penyebutan istilah “INFAQ.” Namun, dana ini ditagihkan kepada semua wali murid, bahkan dengan jumlah yang telah ditentukan, serta dengan tenggat waktu yang ada. Dari segi hukum, penggunaan istilah “infaq” yang diiringi dengan pemaksaan secara tidak langsung melanggar prinsip sukarela yang diatur dalam berbagai peraturan, baik dalam Permendikbud maupun dalam peraturan keuangan sekolah negeri.
Lebih jauh lagi, jika pungutan tersebut tidak melalui persetujuan resmi komite sekolah dan tidak transparan penggunaannya, maka bisa dikategorikan sebagai pungutan liar. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk berhati-hati dalam mengategorikan jenis sumbangan serta mekanisme penarikannya.
Penyalahgunaan istilah “infaq” bukan hanya berdampak pada aspek hukum, tetapi juga berdampak pada psikologis siswa dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam.
Ketika istilah religius digunakan secara manipulatif, maka makna luhur dari ibadah tersebut menjadi ternodai. Orang tua yang merasa terpaksa mengeluarkan dana dengan label “infaq” akan mengalami beban moral, bahkan bisa menimbulkan sikap skeptis terhadap ajaran agama itu sendiri. Selain itu, anak-anak bisa mendapatkan contoh yang tidak tepat terkait makna keikhlasan dalam berderma.
Meskipun pihak sekolah menyatakan bahwa sumbangan bersifat sukarela, pada praktiknya terdapat tekanan moral bagi wali murid yang belum menyetor dana. Kondisi ini menimbulkan ketidaknyamanan, karena istilah “infaq” digunakan untuk menutupi kewajiban yang seharusnya dikategorikan sebagai pungutan.
Padahal, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, pungutan hanya boleh dilakukan dengan persetujuan dan tidak boleh dipaksakan.
Infaq adalah pengeluaran suka rela yang di lakukan seseorang. Syariah telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau membelanjakan harta.
Infaq tidak mengenal nishab seperti zakat. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, Implementasi “infaq” dalam praktik pembangunan gedung sekolah, menunjukkan adanya penyimpangan makna dari hukum Islam. bahwa “infaq” dalam hukum Islam sejatinya harus bersifat sukarela dan tidak ditentukan nominalnya berubah menjadi kewajiban yang dibebankan kepada wali murid.
Berbeda dengan penggunaan istilah infaq yang dipakai oleh pihak sekolah karena ada unsur pembatasan dana minimal. Padahal, dalam hukum Islam, prinsip dasar infaq adalah kerelaan seseorang tanpa ada batas minimal.
Ainun Putri DG Mallimpo (Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah STAI Sangatta)





